Home » , , , » Sebulir Nasi Putih, Secarik Surat Untuk Petani

Sebulir Nasi Putih, Secarik Surat Untuk Petani

Written By Unknown on Friday, 17 October 2014 | 11:31

Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Teriring salam dan do’a, semoga Bapak/Ibu selalu dalam keadaan sehat, diberi kelancaran dalam menjalani rutinitas sehari-hari, serta selalu mendapat perlindungan dari Allah SWT. Aamiin.

Untukmu yang aku sebut Pahlawan,
Sejenak diri ini tertegun saat melihat sebulir nasi putih yang tercecer di atas meja makan. Kupandangi dengan seksama, kuperhatikan dan kuresapi apa yang mampu membuat diriku ini tertegun dibuatnya. Dari sebulir nasi yang tersisa di meja makan ini, baru aku menyadari bahwa aku telah melakukan suatu kesalahan besar terhadapmu, sebulir nasi putih di meja ini telah menyadarkanku bahwa ternyata aku telah menyia-nyiakan segala perjuangamu. Betapa hinanya diri ini karena tak mampu menghargai segala jerih payah perjuanganmu. Oleh karenanya, sudilah kiranya engkau memaafkan diriku ini duhai Pahlawanku.

Duhai Pahlawanku,
Seharusnya aku mampu untuk bisa lebih jeli lagi melihat perjuanganmu. Engkau telah berjuang sejak negeri ini masih dalam masa penjajahan, bahkan hingga kini saat bangsa telah merdeka, tiada hentinya engkau terus berjuang untuk mencukupi segala kebutuhan penduduk negeri ini. Ucapan terimakasihpun rasanya tak akan mampu membalas atas semua jasa-jasamu.


Aaah Pahlawanku, seharusnya engkau menjadi salah satu “Pahlawan” yang sesungguhnya di Negeri ini. Berdiri sejajar dengan Pak Jenderal yang gigih dalam bergerilya ataupun dengan pahlawan-pahlawan lainnya yang telah merelakan jiwa raganya untuk kemerdekaan negeri ini.
Sungguh Pak/Bu, perjuanganmu saat ini justru semakin berat. Engkau berjuang bahkan bukan hanya untuk diri sendiri, tapi juga untuk seluruh penduduk Negeri ini. Mungkin kebanyakan dari engkau, tak tahu kalau Negeri kita ini dijuluki sebagai Negara Agraria. Bahkan apa arti agraria pun engkau tak tahu. Iya, memang engkau tak perlu tahu apa itu arti agraria. Bagimu yang penting adalah terus berjuang untuk bisa mencukupi kebutuhan pangan seluruh penduduk negeri ini.

 Justru, kamilah yang tahu dan bangga akan sebuah kata “Agraria” yang melekat pada bangsa kita ini, namun kami pula yang telah merusak dan perlahan menghancurkannya. Sebuah Negara Agraria, sebuah negara yang bertumpu pada sektor pertanian, seharusnya mampu membuat kaum tani menjadi lebih makmur kehidupannya. Kaum tani seharusnya mendapat perhatian yang lebih bagus lagi. Namun apa yang terjadi sekarang Pak/Bu? Sudah makmurkah kehidupan para petani-petani kita?

Jangankan untuk mencukupi kebutuhan penduduk Negeri ini, sekarang untuk mencukupi kebutuhan keluarga saja, rasanya begitu sulit. Perjuanganmu sekarang memang lebih berat dan penuh liku-liku. Jerit hatimu tak mampu didengar oleh penguasa negeri ini. Ketika engkau berjuang demi mencukupi kebutuhan penduduk negeri ini, dihadang oleh bermacam rintangan cuaca dan hama yang tiada menentu serta menghadapi para tengkulak yang merajalela, para penguasa di atas sana yang bangga dengan predikat agraria di negeri ini justru menambah permasalahan dengan memutuskan kebijakan-kebijakan yang malah tidak berpihak untuk kaum tani. Mau dibawa kemanakah negeri ini oleh mereka? Apakah mau dijadikan negeri yang konsumtif? Aah, percuma saja negeri ini menjadi sebuah negeri agraria kalau hanya sebagai negeri yang konsumtif.

Tahukah engkau Pak Tani dan Ibu Tani, kebijakan dengan mengimpor kebutuhan pangan itupun ternyata tak hanya merugikan engkau, namun juga kami semua penduduk negeri ini. Karena bila kami harus memakan beras impor itupun harus dibeli dengan harga yang lebih mahal. Sungguh ini merugikan kita semua sebagai penduduk negeri tercinta ini.

Satu hal yang aku takutkan sekarang adalah, apabila hal tersebut membuat semangat Bapak/Ibu tani memudar. Aku takut bila Bapak/Ibu Tani jenuh dan bosan dengan keadaan ini, sehingga dengan terpaksa merelakan lahan-lahan pertaniannya dijual kepada para pemborong untuk kemudian mereka dirikan perumahan, pusat perbelanjaan, pabrik-pabrik ataupun gedung-gedung lainnya. Aku tak bisa membayangkan bila itu terjadi Pak/Bu. Bumi ini akan menjadi seperti apa? Karena sekarang pun bumi ini sudah sangat panas. Apalagi bila ditambah dengan bangunan-bangunan yang mereka dirikan dari lahan pertanian yang Bapak/Ibu jual kepada mereka. Bumi ini akan makin membara Pak/Bu, tiada lagi kesejukan dalam hidup ini nantinya.

Jadi, aku mohon kepada Bapak/Ibu Tani, untuk tetap bersemangat. Aku yakin Bapak/Ibu tak akan mudah berputus asa. Aku mau bumi ini tetap hijau dengan aneka jenis tanaman yang Bapak/Ibu olah. Terus hamparkan ladang nan menghijau di bumi ini hingga anak cucu nanti pun masih bisa merasakannya. Tak usah engkau risaukan kebijakan-kebijakan yang diambil oleh pemerintah tentang pertanian, karena mereka tidak tahu cara-cara bertani yang baik seperti yang bapak/Ibu kerjakan. Bapak/Ibu justru lebih tahu tentang cara bertani yang baik, jadi mari kita sama-sama buktikan kepada mereka, bahwa kita mampu untuk bisa mencukupi kebutuhan pangan dalam negeri. Kebijakan pemerintah itu kita lawan dengan bukti nyata di ladang, bahwa kita masih mampu mencukupi kebutuhan pangan sendiri.

Bapak/Ibu Tani Pahlawanku,
Tetaplah semangat menjadi seorang petani, tetaplah bangga menjadi seorang petani. Kalaupun sekarang yang terjadi masih jauh dari harapan, bersabarlah Pak/Bu. Kita sama-sama berdo’a dan terus berusaha, karena itu adalah satu-satunya jalan terbaik untuk menyelesaikan segala permasalahan. Serahkan segalanya kepada Tuhan yang Maha Esa. Aku yakin suatu saat nanti bila waktunya Tuhan pasti akan mengangkat derajatmu, memuliakanmu di dunia ini, bahkan di akherat kelak.

Tetap semangat Pak/Bu, kembalikan kejayaan para petani negeri ini, ajarkan anak cucu dan generasi muda untuk bisa menjadi petani yang handal pula di masa yang akan datang. Percayalah, aku masih bangga memakan bulir-bulir nasi yang engkau hasilkan. Aku masih bangga merebus daun singkong yang dihasilkan dari kebunmu, dan aku akan terus bangga membuat sup dari wortel yang dihasilkan oleh tetesan keringatmu.

Bapak/Ibu Tani Pahlawanku,
Meskipun aku hanya bisa berkata-kata, namun aku yakin, engkau akan mampu membawa kejayaan kembali Negeri ini. Engkau akan kembalikan lagi kedigdayaan Negeri Agraria ini. Angkat cangkulmu tinggi-tinggi, dan hujamkan dalam-dalam ke lahan pertanianmu. Jadikan butiran-butiran putih berasmu sebagai kilauan permata di negeri ini.

Demikian yang bisa aku sampaikan kepada Bapak/Ibu Tani, semoga akan segera datang secercah harapan terang yang lebih baik di masa yang akan datang. Jayalah Pertanian Indonesia. Aamiin.


Salam,
Dari Aku, pecinta hasil tanimu

0 komentar:

Post a Comment

 
Support : Your Link | Your Link | Your Link
Copyright © 2013. Sekedar Berbagi - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger