Home » , , , » Ironi di Negeri Agraris

Ironi di Negeri Agraris

Written By Unknown on Friday, 17 October 2014 | 11:42

Ironi di negeri agraris, mungkin inilah yang sedang dialami oleh kita, dimana negara Indonesia yang (dulu) dikenal sebagai negara agraris, tapi kenyataannya sekarang untuk memenuhi kebutuhan pangan saja harus mendatangkan dari luar negeri.

Negara yang katanya agraris, mengandalkan sektor pertaniannya, tapi sekarang justru sektor pertanian seperti kurang mendapat perhatian yang lebih dari pemerintah. Negara kita ini tanahnya subur, tapi kenapa hasil pertanian yang diperoleh masih belum mencukupi kebutuhan warganya. Seakan sekarang sudah jarang terlihat desa-desa yang dulu terlihat dengan warna hijau karena berbagai macam tanaman yang tumbuh di dalamnya. Seandainya negara ini adalah negara agraris, seharusnya petani-petani kita bisa hidup makmur. Seandainya negara kita ini negara agraris, seharusnya tak perlu lagi mendatangkan hasil-hasil pertanian dari luar negeri untuk mencukupi kebutuhan pangan dalam negeri.


Dimana sebenarnya petani-petani handal yang dulu pernah kita miliki? Kenapa mereka sudah tidak bisa lagi menghasilkan kebutuhan pangan yang cukup untuk penduduk negeri ini? Apa mereka para petani sudah jenuh dengan apa yang mereka kerjakan? Mungkin saja. Apa mungkin karena hasil yang mereka peroleh tak sebanding dengan kerja kerasnya? Bisa jadi. Apa karena kurang perhatiannya pemerintah terhadap nasib para petani sehingga kurang tepat dalam mengambil suatu kebijakan? Kita mungkin hanya bertanya, bertanya dan bertanya.

Di negeri agraris ini, seharusnya para petani hidupnya bisa makmur. Tapi pada kenyataannya jauh dari apa yang mereka harapkan. Lahan pertanian mulai berkurang karena adanya pembangunan-pembangunan, hasil yang didapat tidak sebanding dengan biaya produksi yang selalu mengalami kenaikan.
Sayur Kol
Panen Kol

Tak heran jika sekarang banyak para petani yang enggan menurunkan “ilmu tani”-nya kepada anak-anak mereka. Karena para petani menganggap, sekarang hidup jadi petani itu susah. Tidak bisa makmur menurutnya. Mereka para petani lebih mewanti-wanti kepada anak-anaknya, agar bisa sekolah setinggi-tingginya agar bisa bekerja di kantoran. Bahkan rela menjual lahan pertaniannya untuk membiayai anaknya sekolah. Dan setelah anaknya lulus kuliah, ternyata mendapat pekerjaan yang harus meninggalkan kampung halaman. Sudah pastikan, tidak ada yang meneruskan jadi petani.

Atau, meskipun anaknya belajar di perguruan tinggi mengambil jurusan pertanian, setelah lulus juga mereka tidak kembali ke kampung halamannya untuk mempraktekkan ilmu pertanian yang mereka dapat selama di bangku kuliah. Mereka justru malah ikut menambah daftar panjang pengantri pelamar pekerjaan yang ingin menjadi PNS.

Seharusnya para sarjana pertanian berusaha menciptakan sebuah eksperimen untuk memajukan pertanian, misalnya dengan terus berusaha menciptakan benih padi yang bisa dipanen lebih cepat dari padi pada umumnya yang membutuhkan waktu kurang lebih 4 bulan. Itu hanya misalnya saja.

Sebenarnya masalah ini adalah masalah kita semua. Tidak hanya tertuju menyalahkan pemerintah yang dianggap kurang memperhatikan nasib para petani. Kita benahi kembali sistem pertanian yang ada. Yang muda jangan merasa takut untuk menjadi petani, buang jauh-jauh rasa gengsi bila menjadi seorang petani. Sudah saatnya pertanian di negeri ini memiliki petani-petani yang kuat dan juga cerdas.

Maju terus pertanian Indonesia, jadikan negeri ini kembali menjadi negeri agraria yang sebenarnya. Petani hebat, petani cerdas, negara maju, rakyatnya makmur. Angkat cangkulmu kawan.. :D :D

0 komentar:

Post a Comment

 
Support : Your Link | Your Link | Your Link
Copyright © 2013. Sekedar Berbagi - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger